Komisi III Serap Aspirasi RUU Hukum Acara Pidana di Yogyakarta

Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati saat pertemuan dengan Kapolda, Kejati, Pengadilan Tinggi, BNNP DIY dan Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), di Mapolda DIY, Rabu (2/7/2025). Foto: Singgih/vel
PARLEMENTARIA, Yogyakarta - Komisi III DPR RI melakukan Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) guna menjaring masukan dari akademisi dan praktisi hukum terkait penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana. Kunjungan ini bagian dari upaya pembaruan sistem hukum pidana nasional agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Dalam pertemuan dengan Kapolda, Kejati, Pengadilan Tinggi, BNNP DIY dan Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati menekankan pentingnya penyusunan RUU Hukum Acara Pidana sebagai respons atas dinamika hukum dan sosial masyarakat Indonesia. UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah berlaku selama lebih dari empat dekade dinilai tidak lagi sepenuhnya mampu menjawab tantangan hukum modern, khususnya dalam hal perlindungan hak asasi manusia dan penegakan keadilan.
"Kami datang ke Yogyakarta untuk menyerap sebanyak mungkin masukan dari para akademisi, praktisi, dan masyarakat sipil. RUU ini bukan hanya soal teknis hukum, tapi menyangkut keadilan yang menyentuh hak setiap warga negara," tegas Sari Yuliati, di Mapolda DIY, Rabu (2/7/2025).
RUU Hukum Acara Pidana ini dirancang untuk menguatkan perlindungan hak-hak tersangka, terdakwa, terpidana, saksi, dan korban, termasuk penyandang disabilitas. Selain itu, juga mencakup pembenahan dalam mekanisme upaya paksa, koordinasi antara penyidik dan penuntut umum, hingga penguatan mekanisme praperadilan.
“KUHAP yang dulu kita sebut karya agung anak bangsa sudah saatnya direvisi secara menyeluruh. Ada banyak hal yang harus disesuaikan dengan perkembangan hukum dan semangat demokrasi kita saat ini,” lanjut Sari.
Sari juga menekankan bahwa RUU KUHAP yang tengah dibahas di DPR RI tidak hanya memperbaiki aspek prosedural, tapi juga memperkuat prinsip keadilan restoratif dan transparansi penegakan hukum. (skr/aha)